Dari Tanah Wajo Menuju Inrapura
Petualangan orang Bugis sampai ke kerajaan Indrapura, berdasarkan sebuah sumber tradisional yang disebut
Maleisch-handschrift (Babad Melayu) yang berhasil dihimpun oleh Winter pada tahun 1874, diketahui sebagai berikut:
In het door Boegineezen bewoonde gedeelte van Celebes, in het district Toeadjo, voerde de vorst van het dorp Benteng oorlog met den vorst van Tasoero, eveneens in het district Toeadjo, en hoezeer de strijd geruimen tij geduur had, kon hij Tasoero niet overwinnen. Hij had een jongeren broeder, Daing Maroepa, ook hoofd in het dorp, een stoutmoedig man. Deze stelde voor, om Tasoero met een krijgsbende te overvallen en op dood en leven te kampen; maar de vorst van Benteng wilde hiertoe zijn toestemming niet geven. Daardoor gebelgd, verliet Daing Maroepa Benteng met zijn vrouw en gezin, en stak in een vaartuig naar Java over, met het voornemen zich daar te vestigen. Op zee veranderde bij van voornemen en wendde den steven naar Benkoelen. In de nabijheid van deze plaats werd hij door een hevigen storm overvallen en naar Indrapoera afgedreven,…
Berdasar sumber di atas, dapat dijelaskan bahwa di wilayah Sulawesi yang dihuni oleh suku Bugis, di distrik Toeadjo (Wajo), terjadi peperangan antara penguasa desa Benteng dengan raja Tasuro yang berlangsung lama. Oleh karena tak dapat mengalahkan raja Tasuro, saudara mudanya penguasa desa Benteng yang bernama Daeng Marupa (Daing Maroepa) yang juga sebagai kepala desa yang terkenal dan pemberani itu mengusulkan menyerangnya lagi dengan pasukan tempur untuk menangkap Raja Tasoero hidup atau mati. Usul Daing Marupa itu ternyata tidak direspon oleh saudara tuanya. Oleh karena merasa kecewa, Daing Marupa bersama istri dan keluarganya meninggalkan desa Benteng, pergi berlayar menuju ke Jawa untuk menetap di sana. Di tengah laut, tujuannya berubah, dan mengarahkan perhatiannya ke Benkoelen. Akan tetapi ternyata dilanda badai hebat sehingga terdampar di wilayah Indrapura. Tekad dan semangat Daing Marupa untuk berlayar mengarungi lautan, meninggalkan tanah leluhurnya, merupakan bagian dari salah satu semboyan bagi para pelaut Bugis yaitu :
Pura ba 'bara' sompeku Pura 'tangkisi' gulikku Ule' birengngi telleng natoalie'
Artinya : Layarku telah kukembangkan Kemudiku telah kupasang Kupilih tenggelam daripada surut.5 Apabila dikaitkan dengan kosep "siri", motivasi Daing Marupa sekeluarga meninggalkan tanah asalnya lebih didasari oleh semangat siri' ripakasiri, karena perasaan kecewa itu datangnya dari luar dirinya. Menurut Andi Zainal Abidin, siri' ripakasiri' merupakan faktor eksternal, yaitu apabila harkat dan martabatnya dihina atau dilanggar oleh orang lain, maka orang Bugis cenderung mempertahankannya. Untuk mengembalikan siri' tersebut, maka bermigrasi (berpetualang) merupakan jalan terbaik.6 Menurut catatan O.L. Helfrich, Daing Marupa yang juga bernama Lampu Lana ini, dalam pelayarannya, perahunya mengalami rusak berat, bahkan pengikutnya banyak yang tenggelam di tengah lautan hingga perahunya kandas di wilayah Indrapura. Akibatnya, perahu dan segala isinya dirampas, bahkan Daing Marupa dan manschappen (anak-buah) nya ditangkap dan dibawa kepada Tuanku Sultan Indrapura. Setelah Daing Marupa menceritakan asal-usul dan kejadiannya, Tuanku Sultan kemudian mengembalikan barang-barang yang telah dirampas,
Tsaqofah & Tarikh Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2019 72 dan memberikan tempat perlindungan di istananya. Alasan Sultan Indrapura memberikan perlindungan kepada Daing Marupa dan anak buahnya, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Indrapoera had n.l zijn onstaan ten danken aan Boegineesche handelaren, die zich aldaar gevestigd hadden. Tot vorst van Indrapoera werd toen een Boeginees gekozen, die met een adelijk meisje, afkomstig van het machtig rijk van Pagaroejoeng, huwde.
Berdasarkan catatan tersebut di atas, dapat dijelaskan, bahwa kerajaan Indrapura itu bisa berdiri karena jasa para pedagang Bugis yang ada di wilayah Indrapura. Bahkan pernah ada seorang Bugis yang menjadi raja di Indrapura dan menikah dengan seorang gadis keturunan bangsawan dari kerajaan Pagaruyung. Dengan demikian, cukup jelas bahwa ternyata Daing Marupa bukan orang yang pertama kali datang ke Indrapura, karena jauh sebelumnya sudah ada para pedagang Bugis yang menetap di wilayah Indrapura. Oleh karena cukup lama menetapnya, maka wajarlah bila kemudian menjalin hubungan kekerabatan melalui sistem perkawinan. Bahkan setelah suskses bisa menjadi orang terhormat (jadi raja) di wilayah tersebut. Selanjutnya dalam catatan Helfrich, petualangan Daing Marupa dikisahkan sebagai berikut:
Nadat Daing Maroepa reeds geruimen tijd aan het hof van den Toewankoe van Indrapoera was verbonden, was de Vorst zeer begaan met hem. Hij riep daarom al zijn mantris en verwanten bijeen, won hun advies in omtrent zijn voornemen om Daeng Maroepa als kind aan te nemen door hem met ‘s Vorsten zuster te doen huwen. De geheele vergadering juichte dit plan toe en zoo geschiedde het. Uit dat huwelijk ontsproot nu, zooals reeds vermeld is. Soelthan Selan gelar Daing Mabela.
Melalui catatan di atas, dapat diketahui bahwa setelah Daing Marupa tinggal cukup lama di istana, Tuanku Indrapura pun sangat simpati kepadanya. Dalam sidang kerapatan para mantri dan pembesar kerajaan, telah diusulkan untuk mengadopsi Daing Marupa sebagai anak raja, serta dikawinkan dengan adik perempuan Sultan. Dari hasil perkawinan tersebut, maka lahirlah Sultan Selan yang bergelar Daing Mabela. Menurut beberapa sumber,9 nama lain dari Daing Mabela adalah Si Unus. Kemungkinan besar, Si Unus adalah nama kecilnya, sedangkan Daing Mabela adalah gelar Bugisnya. Oleh karena Daing Mabela kemudian diangkat menjadi raja di Indrapura, maka diberinya gelar Sultan Selan, atau Sutan Balinam menurut Naskah Melayu. Selanjutnya dikisahkan sebagai berikut :
Toen Daing Mabela een jongeling werd, kreeg zijn vader een brief uit Wadjo, waarin de Vorst Lasakati Pata Maplahe hem uitnoodigde terug te keeren. Daing Maroepa verlangde zeer naar zijn verwanten en zijn land. Nadat de Vorst van Indrapoera hem vergunning gaf om te vertrekken, onder voorwaarde echter spoedig terug te keeren, zielde Daing Maroepa naar zijn vaderland, vrouw en kind achterlatende. Niet lang daarna stierf de oude Toewankoe van Indrapoera en zijn zoon zoude hem moeten vervangen, maar aangezien deze met daing Mabela samen was opgegroeid, besloot men, dat de waardigheid van Toewankoe door beide zoude bekleed worden. Het verhaal wil nu, dat onder de regeering van deze beide Vorst Indrapoera een ongekenden bloei genoot en dat hun eerlijkheid en wijsheid alom geprezen werden.
Berdasarkan catatan di atas, dapat dijelaskan, bahwa ketika Daing Mabela sudah menginjak dewasa, ayahnya (Daing Marupa) menerima surat dari kakandanya raja Wajo yang bernama Lasakati Petta Maplahe, yang mengharapkan agar Daing Marupa segera pulang kembali. Daing Marupa snagat ingin pulang menjumpai saudara dan kampung halamannya. Raja Indrapura lalu mengizinkan pergi berlayar menuju kampung halamannya, dengan syarat tidak disertai anak dan istrinya, dengan maksud agar Daing Marupa segera kembali lagi. Akan tetapi, tak lama kemudian, Tuanku Indrapura yang sudah tua itupun meninggal dunia. Dan anaknya laki-laki yang tertualah yang harus menggantikannya. Akan tetapi karena anaknya laki-laki tertua itu telah tumbuh menjadi besar bersama dengan Daing Mabela, maka diputuskan bahwa, keduanya menduduki jabatan sebagai Tuanku. Selanjutnya diceritakan, bahwa kerajaan Indrapura di bawah pemerintahan kedua raja ini, telah berkembang pesat, kejujuran dan kebijaksanaan telah terpuji di seluruh penjuru wilayahnya
Kepulangan Daing Marupa ke kampung halamannya (Wajo), menunjukkan bukti, bahwa orang Bugis akan menampakkan dirinya kembali ke tanah asalnya setelah sukses di tanah rantau. Dan kembalinya daing Marupa dapat dianggap sebagai tanda kembalinya siri'nya. Keberhasilan Daing Mabela sebagai orang besar di wilayah Indrapura jelas membawa pengaruh yang cukup besar bagi keluarga besar Bugis.
Copy by : Al Hagi S
umber : Migrasi Orang Bugis Di Bengkulu Dalam Perspektif Sejarah ( Agus Setyanto)
Sedjarah Bugis dan Makassar wajib'kita jaga dan lestarikan
BalasHapusSedjarah Bugis dan Makassar wajib'kita jaga dan lestarikan
BalasHapusSedjarah Bugis dan Makassar wajib'kita jaga dan lestarikan
BalasHapusBetul
HapusSiap
Hapus